Essai Bulan Juni: "SAVE-RAIJA: Strategi Pelestarian Laut Raja Ampat dari Ancaman Tambang dan Kerusakan Ekosistem “Laut Indah atau Tambang Nikel?"

Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam melimpah, yang dapat dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat melalui pengelolaan yang baik. Salah satu wilayah yang menunjukkan potensi besar tersebut adalah Kabupaten Raja Ampat di Provinsi Papua Barat. Wilayah ini memiliki keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi, seperti lebih dari 1.104 jenis ikan, 699 spesies hewan lunak, dan 537 jenis terumbu karang (Muchlasin et al., 2022). Selain itu, keindahan ekowisata di Raja Ampat juga mencakup terumbu karang yang mempesona, hutan mangrove, padang lamun yang luas, serta pantai-pantai berbatu yang eksotis, sehingga menjadikan kawasan ini ditetapkan sebagai world heritage site oleh pemerintah (Maturan, 2018).

Namun, di balik pesonanya, Raja Ampat tengah menghadapi ancaman serius yang dapat merusak ekosistemnya secara perlahan. Salah satu ancaman terbesar datang dari aktivitas penambangan nikel yang dilakukan di wilayah pesisir seperti Pulau Gag. Penambangan ini tidak hanya menyebabkan kerusakan hutan dan daratan, tetapi juga berdampak langsung pada laut melalui proses sedimentasi, pencemaran air, dan rusaknya habitat laut (Auriga Nusantara, 2025). Meski pemerintah telah mencabut izin beberapa perusahaan, satu perusahaan bernama PT Gag Nikel masih diizinkan beroperasi. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan kerusakan lingkungan lebih lanjut akibat deforestasi dan sedimentasi yang berdampak pada ekosistem laut serta kehidupan masyarakat pesisir.

Selain tambang, peningkatan aktivitas pariwisata yang tidak diiringi pengelolaan limbah yang baik juga turut memperburuk kondisi perairan. Riset dari MODIS dan NOAA mencatat terjadinya pemutihan karang yang signifikan di perairan tropis, termasuk Raja Ampat, akibat meningkatnya suhu permukaan laut. Tanpa adanya edukasi wisata yang memadai, seperti pengelolaan limbah kapal dan penginapan, terumbu karang semakin rentan terhadap kerusakan. Melihat kondisi ini, dibutuhkan strategi pelestarian yang berkelanjutan untuk menjaga ekosistem Raja Ampat. Salah satu strategi yang ditawarkan adalah program SAVE-RAIJA (Sustainable Area Valorization and Ecotourism for Raja Ampat Integrity and Aquatic Protection). Program ini bertujuan menjaga laut melalui penataan zonasi konservasi laut, pengembangan wisata alam yang ramah lingkungan, serta pelibatan masyarakat lokal dalam pengawasan dan pelestarian sumber daya laut.

SAVE-RAIJA menawarkan pendekatan konservasi berbasis zonasi, di mana wilayah laut dibagi menjadi zona perlindungan penuh dan zona terbatas. Dengan pembagian ini, aktivitas seperti wisata, penelitian, dan perikanan dapat diatur sedemikian rupa agar tidak merusak ekosistem inti. Program ini juga mendorong pengembangan ekowisata berkelanjutan yang tidak hanya fokus pada keuntungan ekonomi, tetapi juga pada pelestarian lingkungan dan budaya lokal. Wisatawan diajak untuk lebih peduli terhadap alam dan masyarakat setempat. Sementara itu, masyarakat pesisir, terutama nelayan dan pelaku UMKM, dilibatkan secara langsung dalam pengelolaan wisata, pengawasan laut, serta edukasi lingkungan agar mereka merasa memiliki dan turut menjaga laut tempat mereka bergantung hidup.

Program serupa telah terbukti berhasil di kawasan Misool Eco Resort yang juga berada di Raja Ampat. Kawasan ini dijaga oleh masyarakat setempat melalui zona konservasi yang ketat dan menjadi contoh sukses model ekowisata dan konservasi. Program ini mampu memberikan penghasilan berkelanjutan bagi warga lokal sekaligus menjaga lingkungan tetap lestari. Jika dibandingkan dengan pertambangan yang hanya memberikan keuntungan jangka pendek, strategi seperti SAVE-RAIJA jauh lebih berkelanjutan. Program ini tidak hanya melindungi laut dan terumbu karang, tetapi juga membuka peluang ekonomi hijau, mengangkat citra pariwisata Indonesia di mata dunia, dan memberi masa depan yang lebih baik bagi masyarakat lokal.

Raja Ampat adalah harta laut Indonesia yang tidak bisa dinilai dengan angka. Kerusakan yang ditimbulkan oleh tambang atau limbah pariwisata mungkin belum terasa saat ini, namun akan berdampak besar di masa depan jika tidak segera ditangani. Oleh karena itu, program SAVE-RAIJA bukan hanya strategi lingkungan, tetapi juga gerakan penyelamatan warisan bangsa. Pemerintah, masyarakat, akademisi, pelaku wisata, dan generasi muda perlu bersatu untuk menjaga laut Indonesia tetap hidup dan lestari. Pilihan kini ada di tangan kita yaitu melanjutkan eksploitasi yang merusak, atau membangun masa depan yang lebih hijau, adil, dan berkelanjutan karena sekali Raja Ampat rusak, tidak ada keindahan serupa yang bisa menggantikannya.

Penulis: Risma Febriyanti Putri RM

DAFTAR PUSTAKA:

Auriga Nusantara. (2025). Raja Ampat dalam Ancaman Tambang: Laporan Dampak Lingkungan di Pulau Gag. Jakarta: Auriga Research & Advocacy.

Muchlashin, A., Putri, W. A., Asya’bani, N., & Nurfajrin, S. (2022). Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Nelayan di Kampung Mumes Raja Ampat Papua Barat. Amalee: Indonesian Journal of Community Research and Engagement, 3(2), 235-249.

Maturan, L. (2018). Raja Ampat: Potensi Ekowisata dan Konservasi Keanekaragaman Hayati Laut. Jurnal Sumberdaya Pesisir dan Laut, 3(1), 15–24.

NOAA. (n.d.). Coral Reef Watch: Coral Bleaching. Retrieved from https://coralreefwatch.noaa.gov
MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer). (n.d.). Satellite Observations of Coral Bleaching. NASA Earth Observatory. Retrieved from https://earthobservatory.nasa.gov

Posting Komentar untuk "Essai Bulan Juni: "SAVE-RAIJA: Strategi Pelestarian Laut Raja Ampat dari Ancaman Tambang dan Kerusakan Ekosistem “Laut Indah atau Tambang Nikel?""