Pendahuluan
Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (2025), perang dagang antara Amerika Serikat dan China yang dimulai sejak 2018 telah menciptakan gelombang ketidakstabilan dalam ekonomi global. Konflik ini berakar dari kebijakan proteksionisme Amerika Serikat yang merasa dirugikan oleh praktik perdagangan China, terutama terkait subsidi industri, transfer teknologi secara paksa, dan defisit perdagangan yang besar (Khaldun et al., 2023). Sebagai tanggapan atas kebijakan tarif tinggi yang diberlakukan Amerika Serikat terhadap barang-barang China senilai lebih dari USD 550 miliar, China menerapkan bea masuk yang sebanding terhadap produk-produk Amerika Serikat senilai lebih dari USD 185 miliar (Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, 2025). Bagi Indonesia sebagai salah satu mitra dagang utama kedua negara, konflik ini menghadirkan tantangan sekaligus peluang yang perlu dikelola secara bijaksana.
Perang dagang ini tidak hanya berdampak pada hubungan bilateral kedua negara, tetapi juga memengaruhi negara-negara lain yang terintegrasi dalam rantai pasok global, termasuk Indonesia. Sebagai ekonomi terbesar di Asia Tenggara yang aktif dalam perdagangan internasional, Indonesia perlu memahami secara komprehensif berbagai implikasi dari ketegangan perdagangan ini. Essai ini akan menganalisis secara mendalam dampak perang dagang tersebut terhadap perekonomian Indonesia, mencakup aspek perdagangan, investasi, dan stabilitas makroekonomi, dengan dukungan data dan fakta terkini.
Dampak pada Perdagangan
Perang dagang Amerika Serikat-China telah memicu perubahan signifikan dalam pola perdagangan global. Berdasarkan data Badan Pusat Statustik (2023), nilai ekspor Indonesia ke Amerika Serikat menurun sebesar 17,5% pada tahun 2023 dibandingkan tahun sebelumnya, sementara ekspor ke China juga mengalami penurunan sebesar 1,37%. Penurunan ini mencerminkan tekanan perdagangan global, termasuk ketidakpastian hubungan dagang dengan China. Sebagai respons, pelaku usaha Indonesia mulai melakukan diversifikasi pasar dengan meningkatkan ekspor ke negara-negara alternatif di kawasan Asia dan Timur Tengah (Hakim, 2025).
Meskipun terjadi penurunan total nilai ekspor ke Amerika Serikat, beberapa komoditas unggulan justru mencatatkan pertumbuhan. Menurut data Badan Pusat Statistik, pada periode Januari–Maret 2025, total ekspor pakaian dan alas kaki Indonesia ke Amerika Serikat mencapai US$1.855,6 juta (Subekti, 2025). Rinciannya meliputi ekspor alas kaki sebesar US$657,9 juta, pakaian dan aksesoris rajutan sebesar US$629,2 juta, serta pakaian bukan rajutan sebesar US$568,4 juta (Subekti, 2025). Ini menunjukkan bahwa sektor manufaktur padat karya masih memiliki daya saing tinggi di pasar Amerika Serikat, meskipun nilai total ekspor menurun.
Sementara itu, penurunan ekspor Indonesia ke China pada kuartal I-2024 mencapai 16,24% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, dengan nilai ekspor turun dari US$15,94 miliar menjadi US$13,36 miliar. Penurunan ini terutama disebabkan oleh turunnya permintaan terhadap komoditas utama seperti bahan bakar mineral, batu bara, minyak hewani dan nabati (termasuk CPO), serta besi dan baja (Bloomberg Technoz, 2024). Meski demikian, ekspor CPO ke China tetap signifikan secara volume. Pada tahun 2024, Indonesia mengekspor sekitar 2,36 juta ton CPO ke China, menjadikannya negara tujuan ekspor terbesar ketiga setelah India dan Pakistan (Kontan.co.id, 2024). Permintaan yang tinggi juga tercatat dari India (4,27 juta ton) dan Pakistan (sekitar 3 juta ton), yang turut mengimbangi penurunan nilai ekspor ke China. Hal ini menunjukkan bahwa pelaku usaha Indonesia secara aktif melakukan diversifikasi pasar sebagai strategi adaptif menghadapi dinamika global.
Di sisi impor, industri manufaktur Indonesia menghadapi tekanan yang cukup besar akibat dampak lanjutan dari kebijakan tarif tambahan Amerika Serikat terhadap produk China. Kebijakan ini memicu kenaikan harga bahan baku global, yang kemudian berdampak pada biaya produksi dalam negeri. Menurut laporan elmuku.com (2024), “sektor manufaktur yang bergantung pada bahan baku impor mengalami kenaikan biaya produksi sekitar 10%, sementara sektor otomotif dan elektronik mencatatkan kenaikan masing-masing sebesar 15% dan 20%.” Selain itu, pelemahan nilai tukar rupiah turut memperburuk kondisi tersebut. Apindo melalui laporan Bisnis.com (2023) menyebutkan bahwa “pelemahan rupiah membuat beban impor bahan baku semakin berat, terutama bagi industri yang sangat tergantung pada komponen luar negeri.” Akibat kondisi ini, beberapa perusahaan mulai mencari alternatif pemasok dari negara lain atau meningkatkan penggunaan bahan baku lokal sebagai upaya menekan biaya produksi dan menjaga keberlanjutan usaha.
Dampak pada Investasi
Bidang investasi di Indonesia mengalami dinamika signifikan sebagai dampak dari ketegangan perdagangan global, khususnya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Menurut laporan dari Bisnis.com (2025), “investasi langsung dari AS ke Indonesia tercatat sebesar US$802,16 juta pada kuartal I 2025, turun sekitar US$72,54 juta dibandingkan kuartal sebelumnya.” Di sisi lain, investasi dari China juga mengalami penurunan sebesar US$570 juta dalam periode yang sama. Penurunan ini mencerminkan kehati-hatian investor terhadap ketidakpastian global yang dipicu oleh isu tarif dan ketegangan geopolitik.
Meskipun begitu, Indonesia tetap menarik perhatian investor asing. Pada akhir 2024, pemerintah Indonesia berhasil mengamankan komitmen investasi dari China senilai US$7,4 miliar. Deputi Promosi Penanaman Modal BKPM, Nurul Ichwan, menjelaskan bahwa “komitmen ini menunjukkan kepercayaan investor China terhadap prospek ekonomi Indonesia, terutama di sektor industri hijau seperti polisilikon, serat kaca, dan kendaraan listrik” (Antara News, 2024).
Dampak pada Stabilitas Makroekonomi
Perang dagang antara Amerika Serikat dan China memberikan dampak yang signifikan terhadap stabilitas makroekonomi Indonesia, khususnya nilai tukar rupiah dan harga komoditas. Menurut Bloomberg Technoz (2025), “ketegangan perdagangan global telah memicu arus keluar modal asing sebesar US$2,8 miliar selama April 2025, yang berdampak pada depresiasi nilai tukar rupiah.” Bank Indonesia pun menahan suku bunga acuan sebagai langkah menjaga stabilitas nilai tukar di tengah ketidakpastian pasar keuangan global. Selain itu, Kementerian Keuangan melaporkan bahwa “perang dagang menyebabkan fluktuasi harga komoditas yang semakin tinggi, dengan koreksi harga sejak akhir 2023” (Media Keuangan Kemenkeu, 2025). Namun, komoditas seperti nikel menunjukkan tren positif dengan kenaikan harga 8% year to date, yang memberikan optimisme bagi sektor pertambangan Indonesia (Nikel.co.id, 2025).
Peluang dan Tantangan
Di balik berbagai dampak negatif, perang dagang antara AS dan China juga membuka peluang bagi Indonesia. Pertama, situasi tersebut mendorong percepatan industrialisasi dan substitusi impor, sehingga mengurangi ketergantungan pada produk luar negeri. Kedua, Indonesia berpotensi memposisikan diri sebagai alternatif tujuan investasi di tengah relokasi industri global yang semakin berkembang. Ketiga, terdapat peluang untuk memperkuat kerja sama ekonomi dengan negara-negara lain yang turut terdampak oleh ketegangan perdagangan ini.
Namun demikian, berbagai tantangan tetap dihadapi. Infrastruktur yang belum memadai, birokrasi yang masih rumit, serta ketergantungan pada impor bahan baku tertentu menjadi kendala utama dalam mengoptimalkan peluang tersebut. Selain itu, ketidakpastian kebijakan perdagangan global menambah kompleksitas dalam perencanaan ekonomi jangka panjang bagi Indonesia.
Penutup
Pertarungan ekonomi antara Amerika Serikat dan China bukan sekadar konflik dua negara adidaya, melainkan sebuah cermin dari transformasi tatanan global yang sarat ketidakpastian. Bagi Indonesia, perang dagang ini telah membuka realitas bahwa ketergantungan pada kekuatan eksternal menghadirkan kerentanan, baik dalam perdagangan, investasi, maupun stabilitas makroekonomi. Namun, di balik tekanan global tersebut, tersimpan peluang strategis yang tak boleh disia-siakan.
Indonesia menunjukkan ketahanan melalui diversifikasi pasar ekspor, adaptasi pelaku usaha terhadap dinamika harga global, dan keberhasilan dalam menarik komitmen investasi sektor hijau. Meski demikian, tantangan struktural seperti ketergantungan bahan baku impor, birokrasi yang belum efisien, dan lemahnya konektivitas infrastruktur masih menjadi batu sandungan dalam memanfaatkan momen geopolitik ini secara maksimal.
Untuk itu, penulis merekomendasikan langkah-langkah strategis berikut:
1. Transformasi struktural ekonomi nasional melalui percepatan hilirisasi industri, penguatan riset dan inovasi, serta insentif bagi sektor strategis seperti teknologi hijau dan energi baru terbarukan.
2. Penguatan diplomasi ekonomi non-konvensional, dengan menjadikan Indonesia sebagai mitra alternatif yang netral dan menarik di tengah fragmentasi global.
3. Penyempurnaan ekosistem investasi melalui deregulasi, digitalisasi perizinan, dan penyederhanaan rantai birokrasi untuk menarik relokasi industri dari negara-negara yang terkena dampak perang dagang.
4. Stabilisasi ekonomi makro yang berkelanjutan, dengan memperkuat koordinasi fiskal-moneter serta mengembangkan cadangan strategis guna mengantisipasi gejolak eksternal.
Indonesia tidak harus menjadi korban dari benturan dua kekuatan besar dunia. Dengan kepemimpinan yang visioner dan kebijakan yang progresif, Indonesia dapat menjadi center of gravity baru di tengah turbulensi geopolitik global. Kini saatnya Indonesia tidak sekadar bertahan dalam pusaran konflik, tetapi tampil sebagai kekuatan penyeimbang yang menentukan arah sejarah ekonomi regional dan dunia.
Penulis: Akbar
Daftar Pustaka
Antara News. (2024). BKPM: Indonesia Raih Komitmen Investasi 7,4 Miliar Dolar dari China. Diakses dari https://www.antaranews.com/berita/4541250/bkpm-indonesia-raih-komitmen-investasi-74-miliar-dolar-dari-china
Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. (2025). Perang dagang AS–Tiongkok: Dampak, peluang, tantangan dan solusi strategis bagi Indonesia. Diakses dari https://www.kemhan.go.id/balitbang/2025/04/16/perang-dagang-as-tiongkok-dampak-peluang-tantangan-dan-solusi-strategis-bagi-indonesia.html
Badan Pusat Statistik. (2023). Ekspor/Exports. Indonesia: Badan Pusat Statistik.
Bisnis.com. (2023). Apindo: Tekanan Industri Manufaktur Makin Berat Imbas Pelemahan Rupiah. Diakses dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20231031/257/1709531/apindo-tekanan-industri-manufaktur-makin-berat-imbas-pelemahan-rupiah
Bisnis.com. (2025). Investasi China hingga AS di RI Turun pada Kuartal I/2025, Efek Ancaman Tarif Trump? Diakses dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20250429/9/1873010/investasi-china-hingga-as-di-ri-turun-pada-kuartal-i2025-efek-ancaman-tarif-trump
Bloomberg Technoz. (2024, 22 April). Ekspor ke China Kuartal I 2024 Merosot 16,2%, Ini Penyebabnya. Diakses dari https://www.bloombergtechnoz.com/detail-news/35775/ekspor-ke-china-kuartal-i-2024-merosot-16-2-ini-penyebabnya
Bloomberg Technoz. (2025, 23 April). Tersandera Rupiah, BI Belum Bisa Pangkas Bunga. Diakses dari https://www.bloombergtechnoz.com/detail-news/69208/tersandera-rupiah-bi-belum-bisa-pangkas-bunga
Elmuku.com. (2024). Dampak Tarif 34% AS terhadap Ekonomi Indonesia. https://elmuku.com/dampak-tarif-34-as-terhadap-ekonomi-indonesia-2
Hakim, L. (2025, 29 April). Ekonom UGM: Diversifikasi pasar ekspor penting hadapi perang tarif. ANTARA News. Diakses pada 20 Mei 2025, dari https://www.antaranews.com/berita/4802429/ekonom-ugm-diversifikasi-pasar-ekspor-penting-hadapi-perang-tarif
Khaldun, R. I., Sari, R., & Ismira, A. (2023). Retaliasi China terhadap Amerika Serikat dalam Konteks Perang Dagang. Hasanuddin Journal of International Affairs, 3(2), 68-81.
Kontan.co.id. (2024). Volume Ekspor CPO dan Turunannya Tahun 2024. Diakses dari https://pusatdata.kontan.co.id/infografik/42/Volume-Ekspor-CPO-dan-Turunannya-Tahun-2024
Media Keuangan Kemenkeu. (2025, April). The New Economic Order: Babak Baru Ekonomi Global, Perang Tarif, dan Implikasinya terhadap Ekonomi Indonesia. Diakses dari https://mediakeuangan.kemenkeu.go.id/article/show/the-new-economic-order-babak-baru-ekonomi-global-perang-tarif-dan-implikasinya-terhadap-ekonomi-indonesia
Nikel.co.id. (2025, 7 April). Indonesia Siapkan Diri Hadapi Perang Dagang Akibat Kebijakan Tarif Impor AS. Diakses dari https://nikel.co.id/2025/04/07/indonesia-siapkan-diri-hadapi-perang-dagang-akibat-kebijakan-tarif-impor-as/
Subekti, R. (2025, 21 April). Data BPS: AS jadi negara tujuan utama ekspor tekstil dan alas kaki Indonesia. Katadata.co.id. Diakses pada 20 Mei 2025, dari https://katadata.co.id/berita/industri/680639d0ee541/data-bps-as-jadi-negara-tujuan-utama-ekspor-tekstil-dan-alas-kaki-indonesia
Posting Komentar untuk "Essai Bulan Juni: "Ketika Dua Raksasa Bertarung: Bagaimana Nasib Indonesia dalam Perang Dagang Global?""