Essai Bulan Juni: “Kesiapan UMKM dalam Menyusun Laporan Keuangan Berdasarkan SAK EMKM: Sebuah Tinjauan atas Realitas di Lapangan antara Regulasi dan Kemampuan Pelaku Usaha”

UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) berperan penting dalam perekonomian Indonesia. UMKM tidak hanya menjadi penyerap tenaga kerja paling banyak, tapi juga jadi tulang punggung ekonomi nasional. Namun, di balik kontribusi besar itu, masih banyak UMKM yang belum bisa menyusun laporan keuangan dengan rapi dan sesuai standar.

Untuk mengatasi hal ini, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mengeluarkan SAK EMKM, Standar Akuntansi Keuangan yang memang dirancang khusus untuk UMKM. Standar ini lebih sederhana dibanding standar lain seperti PSAK, dan tujuannya supaya UMKM bisa menyusun laporan keuangan sendiri tanpa harus bingung. Tapi, yang jadi pertanyaan, apakah UMKM benar-benar siap menjalankan standar ini?

SAK EMKM mulai diberlakukan pada tahun 2018 dan ditujukan untuk entitas yang tidak memiliki akuntabilitas publik serta tidak diwajibkan menyusun laporan keuangan berdasarkan PSAK umum. Struktur laporan dalam SAK EMKM meliputi laporan posisi keuangan, laporan laba rugi, dan catatan atas laporan keuangan. Format ini dirancang agar lebih ringkas dan mudah diterapkan oleh pelaku UMKM yang tidak memiliki latar belakang akuntansi.

Namun dalam praktiknya, masih banyak UMKM yang belum mengetahui keberadaan standar ini, apalagi menerapkannya. Sebagian besar UMKM masih melakukan pencatatan secara manual, bahkan tidak jarang yang sama sekali belum melakukan pencatatan keuangan. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat literasi keuangan di kalangan pelaku UMKM masih rendah.

Selain itu, faktor keterbatasan sumber daya manusia dan akses terhadap pendampingan juga menjadi tantangan tersendiri. Tidak semua pelaku UMKM memiliki kemampuan atau kesempatan untuk mengikuti pelatihan akuntansi dasar. Akibatnya, penyusunan laporan keuangan sering kali hanya dilakukan secara formalitas, misalnya saat mengajukan pinjaman ke lembaga keuangan atau mengikuti program bantuan pemerintah.

Meski demikian, berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dan institusi terkait untuk mendorong peningkatan kualitas laporan keuangan UMKM. Beberapa di antaranya adalah penyelenggaraan pelatihan, pemberian insentif kepada pelaku UMKM yang patuh, serta penyediaan aplikasi pencatatan berbasis digital yang lebih praktis dan mudah digunakan.

Di tengah tantangan tersebut, penting juga untuk melihat persepsi pelaku UMKM terhadap manfaat laporan keuangan. Banyak dari mereka belum melihat laporan keuangan sebagai alat untuk mengambil keputusan bisnis, melainkan hanya sebagai syarat administratif saat mengakses pembiayaan. Pola pikir ini menjadi penghambat utama dalam menumbuhkan budaya pencatatan yang konsisten dan sesuai standar.

Selain itu, dari sisi regulasi, belum adanya kewajiban hukum yang mengharuskan seluruh UMKM menyusun laporan keuangan berbasis SAK EMKM membuat implementasinya masih bersifat sukarela. Hal ini menyebabkan penerapan standar tersebut menjadi tidak merata, bergantung pada inisiatif masing-masing pelaku usaha atau adanya permintaan dari pihak eksternal seperti bank dan investor.

Penerapan SAK EMKM merupakan langkah strategis dalam meningkatkan kualitas dan transparansi laporan keuangan UMKM di Indonesia. Standar ini diharapkan dapat membantu UMKM menjadi lebih tertib secara administratif dan lebih siap untuk bersaing secara profesional. Namun demikian, realitas di lapangan menunjukkan bahwa kesiapan UMKM dalam menerapkan SAK EMKM masih jauh dari ideal.

Berbagai kendala seperti rendahnya literasi keuangan, keterbatasan akses terhadap pelatihan, dan minimnya pendampingan teknis menjadi hambatan utama yang perlu segera diatasi. Tanpa intervensi yang tepat, risiko ketimpangan antara regulasi dan realitas akan terus berlanjut, dan upaya peningkatan akuntabilitas UMKM hanya akan berhenti pada tataran wacana.

Oleh karena itu, dibutuhkan sinergi antara pemerintah, akademisi, asosiasi profesi, dan sektor swasta untuk memperluas edukasi akuntansi dasar bagi UMKM, menyediakan akses pelatihan yang terjangkau, serta mengembangkan alat bantu digital yang sesuai dengan karakteristik dan kemampuan pelaku usaha kecil.

Dengan pendekatan yang lebih inklusif dan berkelanjutan, SAK EMKM bukan hanya menjadi alat pelaporan, tetapi juga menjadi jembatan bagi UMKM untuk tumbuh lebih sehat secara finansial, lebih dipercaya oleh lembaga keuangan, dan lebih siap menghadapi tantangan ekonomi yang semakin kompleks di masa mendatang.

Penulis: Selvi Nafila

Posting Komentar untuk "Essai Bulan Juni: “Kesiapan UMKM dalam Menyusun Laporan Keuangan Berdasarkan SAK EMKM: Sebuah Tinjauan atas Realitas di Lapangan antara Regulasi dan Kemampuan Pelaku Usaha”"